Minggu, 30 Januari 2011

UKHTIKU...ANNA UKHIBBUKI FILLAH

Ketika malam telah sunyi, semakin hening, hanya ada suara keramaian jangkrik di luar sana. Tak lagi kudengar suara moor-motor yang berisik. Terdiam sejenak kumemandang ke arah meja, ya satu buku berwarna hijau bergambar bunga-bunga. Senyumku memandanginya. Kudekati dan kuambil. Ya, inilah catatanku, catatanku di universitas Tarbiyah. Sebuah Universitas yang menghantarkanku untuk mencicipi sebuah perjalanan panjang, yang sering didengung-dengungkan orang, tak mudah dilalui, banyak bebatuan, sisi-sisinya tebing dan jurang curam, tak banyak orang yang mau melewatinya, bahkan hanya segelintir orang, orang-orang bilang “jangan heran bila fitnahan, cacian dan cercaan menjadi bunganya”. Benar, inilah Universitas Tarbiyah.
Mungkin aku terlalu ammah untuk menyebut universitas tarbiyah, tapi disinilah aku bertemu dengannya. Saudara yang mengingatkanku akan esensi sebuah kata “DAKWAH”, saudara yang bukan sekedar saudara. Karna, ketika kumelihatnya terlintas dalam hatiku, mengingat sesuatu, “apakah Allah mencintaiku seperti Allah mencintainya, terlihat wajahnya jernih, lembut, sabar, penuh keikhlasan,” sejujurnya aku ingin berkata padamu “aku iri padamu ukhti.”
Seiring dengan berjalannya waktu, semakin jauh kaki melangkah di universitas ini, amanah jelas kian bertambah. Semakin besar sesuai dengan tahapannya. Kulihat lagi sosoknya, saat amanah besar diberikan padanya, tetesan air matanya, tulus, terlihat kau takut akan amanahmu ukhti, takut bila suatu saat nanti ketika Rabbmu Rabb kita meminta pertanggung jawaban atas segala amanah pada pundak ini. Andai itu aku, tak pasti akan kuteteskan air mataku ukhti, tapi engkau beda. “ Aku iri padamu ukhti.”
Tak pernah sekalipun kau marah padaku. Hanya senyum dan kesabaran yang kau sampaikan lewat tutur lembutmu itu, lewat wajah teduhmu, lewat kejernihan matamu. Sungguh “ Aku iri padamu ukhti.”
Namun... apa yang terjadi padamu ukhti, rasanya aku rindu, rindu dengan kehadiranmu, rindu akan tutur lembutmu, rindu akan tetesan air matamu, rindu akan keteduhanmu. Kenapa hati ini merasakan kau amat jauh, jauh dariku. Dimana ukhtiku yang dulu, yang berjuang bersama demi tegaknya dien ini. Kemana perginya ukhtifillah yang berjalan bersamaku. Kemanakah ukhtiku yang tak pernah ku berkenalan langsung padamu, tapi ikatan hati itu terasa nyata dalam hatiku.
Ingatkah ukhti, saat kutitipkan salam padamu lewat seorang adindaku, padahal aku tak pernah bertemu denganmu. Tapi yang terjadi saat itu aku ingin memelukmu, dan berkata “ Engkaulah saudara seperjuanganku.”
Ukhti... yang kutahu, ada atau tidaknya kita di sini. Dakwah akan tetap berjalan, dan harus tetap berjalan. Dakwah ini bukan karena saya ikut-ikutan agar dianggap berilmu, dakwah ini bukan karna murobbi kita, bukan karena sekedar ta’limat, bukan karna Akh ini atau Ukh itu. Tapi Dakwah ini hanya untuk Allah semata. Ukhti maaf bila aku sok tau, padahal usia tarbiyahku masih jauh di bawahmu. Tapi ukhti, aku hanya ingin mengingatkanmu. Karna sejujurnya “Aku iri padamu”.
Ukhti, aku sungguh rindu padamu. Rindu keceiriaanmu. Rindu kekanak-kanakanmu. Rinidu pertanyaan-pertanyaan anehmu yang membuatku tersenyum takut tak mampu menjawab, padahal itu fokus bidangku. Ane rindu ukhti, sangat rindu. Rindu untuk bersalaman. Rindu untuk sekedar duduk bersama. Rindu untuk saling bertegur sapa. Rindu senyum itu.
Kurendahkan diri ini ukhti, untuk mengucap kata “ AFWAN” padamu, bilapun aku pernah mendzolomimu, bilapun mungkin aku pernah merebut sesuatu darimu, bilapun sikapku melukai hatimu. Ukhti............. aku ingin katakan padamu

AKU SUNGGUH RINDU PADAMU, INGINKU MEMELUKMU SEKARANG ANDAI KAU DIDEPANKU
KARNA AKU TAK SEKEDAR MENCINTAIMU, TAPI AKU MENCINTAIMU KARNA ROOBKU....

0 komentar:

Posting Komentar