“Tiap -tiap yang
berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran:
185)
Begitulah
yang tertera dalam kitabullah. Ya, tiap-tiap jiwa akan menghadapi kematian. Sungguh
tak ada satupun jiwa yang mampu menghindar darinya. Pagi ini ada kabar yang
tidak terduga. Seorang ustadz muda, dikabarkan meninggal dunia dini
hari karena kecelakaan. Innalillahi wa inna ilaihi roji’iun. Ya Rabb, Engkau
ambil lagi mereka yang berilmu satu persatu dari muka bumi. Allahummaghfirlahu
warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu. Semoga ALLAH menempatkanmu ustadz disebaik-baik
tempat di sisiNya.. aamiin Allahumma aamiin.
Siapa
yang menyangka kematian akan datang diusia muda, siapa yang menyangka kematian
akan datang tiba-tiba. Siapa pula yang mampu menjamin kematian akan datang di
usia senja? “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’: 78 )
Sungguhlah
benar, jika kematian adalah sebaik-baik nasehat agar kita selalu mengingat, dan
sadar untuk selalu dalam koridor di jalanNya. Berbahagialah mereka yang
senantiasa menghisab dirinya sebelum datangnya hisab yang sesungguhnya nanti di
yaumul hisab.
Kawan,
tak tersentuhkah hati kita pada tiap-tiap kejadian kematian? Akankah hati kita
masih sangat begitu keras, sehingga nasihat terbaik ini pun tak mampu
menggetarkan ruh kita untuk segera bangkit, menyeru pada kebaikan, bergegas
untuk memperbaiki diri, beramal sholeh tanpa harus menunggu nanti-nanti saja,
bila sudah siap hati? Siapa yang menjamin bahwa hidup kita akan bertahan sampai
1 menit ke depan?
Bila waktu
telah berakhir, tak ada lagi waktu untuk memperbaiki diri. Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya
ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Tak ada satu detik pun
waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt pun telah mengingatkan
kita dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada
dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”
Apa yang akan kita bawa sedang amal
kebaikan rasanya tak mencukupi. Terlalu banyak keburukan yang telah diperbuat
diri, sehingga hati keras saat dinasehati. Jika seorang ulama, orang alim, akan
begitu banyak yang mengantarkannya menuju peristirahatan terakhir, akan banyak
doa-doa tulus yang terlantunkan untuknya. Sedangkan kita? Siapakah kita? Akankah
ada yang mengantarkan kita kelak ke tempat peristirahatan terakhir kita? Sedang
amal-amal kebaikan pun rasanya begitu-begitu saja, masih terlampau kalah dengan
kemaksiatan yang dianggap biasa.
Ya Rabb,,, jadikanlah akhir usia kami adalah Khusnul Khatimah
Jadikan usia yang tersisa hanya mengharap ridhoMu
Jadikan usia yang ada untuk beribadah kepadaMu
Jangan Jadikan kami lebih cinta pada duniaMu
Sehingga kami melenakan akhiratMu